ETIKA DAN PROFESIONALISME TSI
CYBER LAW
Anggota Kelompok :
1.
Aditya Harisakti (10112232)
2.
Miftakhul Furqon (14112582)
3.
Rendy Muhammad Z. (16112122)
4.
Rizki Wardhana (16112575)
5.
Fuji Hartini (13112068)
KELAS : 4KA22
SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI
INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016
Pengertian
Cyber Law
Cyberlaw adalah
hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan
dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di
banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan
jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.
Contoh permasalahan yang berhubungan dengan
hilangnya ruang dan waktu antara lain:
a) Seorang penjahat komputer (cracker) yang
berkebangsaan Indonesia, berada di Australia, mengobrak-abrik server di
Amerika, yang ditempati (hosting) sebuah perusahaan Inggris. Hukum mana yang
akan dipakai untuk mengadili kejahatan cracker tersebut? Contoh kasus yang
mungkin berhubungan adalah adanya hacker Indonesia yang tertangkap di Singapura
karena melakukan cracking terhadap sebuah server perusahaan di Singapura. Dia
diadili dengan hukum Singapura karena kebetulan semuanya berada di Singapura.
b) Nama domain (. com, . net, . org, . id,
. sg, dan seterusnya) pada mulanya tidak memiliki nilai apa-apa. Akan tetapi
pada perkembangan Internet, nama domain adalah identitas dari perusahaan.
Bahkan karena dominannya perusahaan Internet yang menggunakan domain ".
com" sehingga perusahaan-perusahaan tersebut sering disebut perusahaan
"dotcom". Pemilihan nama domain sering berbernturan dengan trademark,
nama orang terkenal, dan seterusnya. Contoh kasus adalah pendaftaran domain
JuliaRoberts. com oleh orang yang bukan Julia Roberts. (Akhirnya pengadilan
memutuskan Julia Roberts yang betulan yang menang. ) Adanya perdagangan global,
WTO, WIPO, dan lain lain membuat permasalahan menjadi semakin keruh. Trademark
menjadi global.
c) Pajak (tax) juga merupakan salah satu
masalah yang cukup pelik. Dalam transaksi yang dilakukan oleh multi nasional,
pajak mana yang akan digunakan? Seperti contoh di atas, server berada di
Amerika, dimiliki oleh orang Belanda, dan pembeli dari Rusia. Bagaimana dengan
pajaknya? Apakah perlu dipajak? Ada usulan dari pemerintah Amerika Serikat
dimana pajak untuk produk yang dikirimkan (delivery) melalui saluran Internet tidak
perlu dikenakan pajak. Produk-produk ini biasanya dikenal dengan istilah
"digitalized products", yaitu produk yang dapat di-digital-kan,
seperti musik, film, software, dan buku. Barang yang secara fisik dikirimkan
secara konvensional dan melalui pabean, diusulkan tetap dikenakan pajak.
Secara yuridis, cyber law tidak sama lagi
dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun
bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang
nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata
meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya
harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum
secara nyata.
Ruang Lingkup
Cyber Law
v.
- Keadaan Cyber law di Indonesia
Untuk dapat memahami sejauh mana perkembangan
Cyber Law di Indonesia maka kita akan membahas secara ringkas tentang landasan
fundamental yang ada didalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet
sebagai sebuah rezim hukum khusus, dimana terdapat komponen utama yang
menliputi persoalan yang ada dalam dunia maya tersebut, yaitu :
I. Tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan
menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya
itu.
II. Tentang
landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan
berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan,
aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia
jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia
jasa pendidikan melalui jaringan internet.
III. Tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek
dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber.
IV. Tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hokum yang berlaku di
masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau
memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang
mereka lakukan.
V. Tentang
aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet.
VI. Tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet
sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan
prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi.
VII.Tentang aspek hukum
yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau
bisnis usaha.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka kita
akan dapat melakukan penilaian untuk menjustifikasi sejauh mana perkembangan
dari hukum yang mengatur sistem dan mekanisme internet di Indonesia.
Perkembangan internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi
serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak pengguna jaringan internet yang
terus meningkat sejak paruh tahun 90′an.
Salah satu indikator untuk melihat bagaimana
aplikasi hukum tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan melihat
banyaknya perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di
Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa provider di Indonesia
sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan sangat penting dalam memajukan
perkembangan cyber law di Indonesia dimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan
seperti :
1. Perjanjian aplikasi rekening pelanggan
internet;
2. Perjanjian pembuatan desain home page
komersial;
3. Perjanjian reseller penempatan data-data
di internet server;
4. Penawaran-penawaran penjualan
produk-produk komersial melalui internet;
5. Pemberian informasi yang di update
setiap hari oleh home page komersial;
6. Pemberian pendapat atau polling online
melalui internet.
7. Merupakan faktor dan tindakan yang dapat
digolongkan sebagai tindakan yang berhubungan dengan aplikasi hukum tentang
cyber di Indonesia. Oleh sebab itu ada baiknya didalam perkembangan selanjutnya
agar setiap pemberi jasa atau pengguna internet dapat terjamin maka hukum
tentang internet perlu dikembangkan serta dikaji sebagai sebuah hukum yang
memiliki displin tersendiri di Indonesia.
Ada beberapa lingkup cyberlaw yang memerlukan
perhatian khusus di Indonesia saat ini yakni :
a) Kriminalisasi cybercrime atau kejahatan
didunia maya Dampak negative dari kejahatan didunia maya ini telah banyak
terjadi Indonesia, namun perangkat aturan yang ada pada saat ini belum cukup
kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas, kejahatan ini semakin berkembang
seiring perkembangan teknologi informasi. Kejahatan sebenanya tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat.
b) Aspek Pembuktian Saat ini sistem
pembuktian hukum di Indonesia (khususnya dalam pasal 184 KUHP) belum mengenal
istilah bukti elektronik/digital sebagai bukti yang sah menurut undang-undang.
Masih banyak perdebatan khususnya antarra akademisi dan praktisi mengenai hal
ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat bahkan dituntun untuk
melakukan rechstivinding (penemuan hukum). Tapi untuk pidana tidak demikian, asas
legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak
ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum delictum nulla poena sine previe lege
poenali). Untuk itulah dibutuhkan adanya dalil yang cukup kuat sehingga
perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.
c) Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual
Termasuk didalamnya Hak Cipta dan Hak Milik Industrial yang cukup paten, merk,
desain industry, rahasia dagang, sirkuit terpadu dan lain-lain.
d) Standarisasi di Bidang Telamatika Penetapan
standarisasi bidang telematika akan membantu masyarakat untuk mendapatkan
keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan teknologi informasi.
e) Aturan-aturan di Bidang E-Bussiness
Termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku bisnis.
f) Aturan-aturan di Bidang
E-Government Apabila E-Government di Indonesia telah terintegrasi dengan baik
maka efeknya adalah pelayanan kepada masyrakat menjadi lebuh baik.
g) Aturan Tentanng Jaminan Keamanan dan
Kerahasiaan Informasi Dalam menggunakan teknologi informasi.
h) Yuridikasi Hukum Cyberlaw tidak akan
berhasil jika aspek ini diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur cyberspace
menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah dan antar Negara.
Sehingga penetapan yuridikasi yang jelas mutlak diperlukan.
Topik-topik cyber law
Secara garis besar ada lima topic dari
cyberlaw di setiap negara yaitu:
Ø Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim
atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam
hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
Ø On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran
sampai pengiriman barang melalui internet.
Ø Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang
muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
Ø Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum
mengatur content yang dialirkan melalui internet.
Ø Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan
berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import,
kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
2. 12. Asas-Asas Cyber law
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang
berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
· Subjective
territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan
tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di
negara lain.
· Objective
territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana
akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan
bagi negara yang bersangkutan.
· nationality yang
menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan
kewarganegaraan pelaku.
· passive nationality yang
menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
· protective principle yang
menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi
kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang
umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
· Universality. Asas ini
selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum
kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest
jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak
untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian
diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain.
Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan
untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and
viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya
diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum
internasional. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru
yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan
batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang
hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah
mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical
location.
Contoh Kasus Cyber Law
1. Penyebaran Virus
Twitter (salah satu jejaring sosial) kembali
menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak akun
Twitter dan menular melalui postingannya, dan mengjangkit semua followers.
Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran Malware di
seanterojejaring sosial. Twitter juga menjadi target, pada Agustus 2009 di
serang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna
mengkliknya, maka otomatis mendownload Trojan-Downloader. Win32. Banload. sco.
Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan
dari Twitter sudah membuang infeksi tersebut. Tapi perihal hukuman yang
diberikan kepada penyebar virusnya belum ada kepastian hukum. Adapun Hukum yang
dapat menjerat Para Penyebar Virus tersebut tercantum dalam UU ITE pasal 33 yaitu
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan
apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan
Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pelanggaran UU
ITE ini akan dikenakan denda 1 ( Satu ) Milliar rupiah.
2. Spyware
Sesuai dengan namanya, spy yang berarti
mata-mata dan ware yang berarti program, maka spyware yang masuk dalam katagori
malicious software ini, memang dibuat agar bisa memata-matai komputer yang kita
gunakan. Tentu saja, sesuai dengan karakter dan sifat mata-mata, semua itu
dilakukan tanpa sepengetahuan si empunya. Setelah memperoleh data dari hasil
monitoring, nantinya spyware akan melaporkan aktivitas yang terjadi pada PC
tersebut kepada pihak ketiga atau si pembuat spyware. Spyware awalnya tidak
berbahaya karena tidak merusak data seperti halnya yang dilakukan virus.
Berbeda dengan virus atau worm, spyware tidak
berkembang biak dan tidak menyebarkan diri ke PC lainnya dalam jaringan yang
sama. Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 27 (1) yaitu setiap orang dilarang
menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara
apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan
informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik.
3. Thiefware
Difungsikan untuk mengarahkan pengunjung
situs ke situs lain yang mereka kehendaki. Oleh karena itu, adanya kecerobohan
yang kita lakukan akan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Apalagi jika
menyangkut materi seperti melakukan sembarangan transaksi via internet dengan
menggunakan kartukredit atau sejenisnya. Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal
31 (1) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengaskses komputer dan
atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya untuk
memperoleh keuntungan atau memperoleh informasi keuangan dari bank sentral,
lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu
pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabahnya.
4. Cyber Sabotage and Exortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat
gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer
atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Pelakunya dapat
dijerat UU ITE Pasal 27 (1) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau
mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak,
untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam
komputer dan atau sistem elektronik. Dengan hukuman pidana penjara paling lama
6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1. 000. 000. 000, 00 (satu miliar
rupiah).
5. Browser Hijackers
Browser kita dimasukkan secara paksa ke link
tertentu dan memaksa kita masuk pada sebuah situs tertentu walaupun sebenarnya
kita sudah benar mengetik alamat domain situs yang kita tuju. Pelakunya dapat
dijerat Pasal 23 (2) yaitu pemilikan dan penggunaan nama domain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada etikad baik, tidak melanggar
prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak orang lain.
(tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dituntut atas
pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.
6. Search hijackers
Adalah kontrol yang dilakukan sebuah search
engine pada browser. Pelakunya dapat dijerat Pasal 23 (2) yaitu pemilikan dan
penggunaan nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan
pada etikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan
tidak melanggar hak orang lain. (tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp100. 000. 000, 00 (seratus juta rupiah).
7. Surveillance software
Salah satu program yang berbahaya dengan cara
mencatat kegiatan pada sebuah komputer, termasuk data penting, password, dan
lainnya. Jangan sekali-kali menginstal software yang tidak dikenal. Pelakunya
dapat dijerat Pasal 22 (1) yaitu penyelenggara agen elektronik tertentu wajib
menyediakan fitur pada agen elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan
penggunanya melakukan yang melakukan perubahan informasi yang masih dalam
proses transaksi.
0 komentar:
Posting Komentar