Kalimat efektif dalam bahasa dapat dipahami
sebagai kalimat yang dapat menyampaikan informasi dan informasi tersebut agar
mudah dipahami oleh pembaca. Kalimat sangat penting dalam sebuah tulisan.
Kalimat yang baik dan benar akan mudah dipahami oleh pembaca.
Kalimat lengkap dan bukan
fragmentaris. Kalimat yang disusun hendaknya memiliki struktur kalimat bahasa
Indonesia yaitu S P O K/pel. Apabila struktur tersebut tidak dipenuhi, maka
kalimat yang disusun menjadi tidak lengkap strukturnya yang disebut kalimat
yang fragmentaris.
Kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau
rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh,
baik dengan cara lisan maupun tulisan. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan
dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan
intonasi akhir. Sedangkan dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. (.), tanda tanya (?) dan
tanda seru (!). Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun
tertulis, harus memiliki sebuah subjek (S) dan sebuah predikat (P). Kalau tidak
memiliki kedua unsur tersebut, pernyataan itu bukanlah kalimat melainkan hanya
sebuah frasa. Itulah yang membedakan frasa dengan kalimat. Disini, kalimat
dibagi menjadi dua, yaitu :
Efektif mengandung pengertian tepat guna, artinya sesuatu akan
berguna jika dipakai pada sasaran yang tepat. Pengertian efektif dalam kalimat
adalah dan ketepatan penggunaan kalimat dan ragam bahasa tertentu dalam situasi
kebahasaan tertentu pula. Beberapa definisi kalimat efektif menurut beberapa
ahli bahasa :
1. Kalimat efektif adalah kalimat yang bukan
hanya memenuhi syarat-syarat komunikatif, gramatikal, dan sintaksis saja,
tetapi juga harus hidup, segar, mudah dipahami, serta sanggup menimbulkan daya
khayal pada diri pembaca. (Rahayu: 2007)
2. Kalimat efektif adalah kalimat yang benar
dan jelas sehingga dengan mudah dipahami orang lain secara tepat. (Akhadiah,
Arsjad, dan Ridwan:2001)
Dari beberapa uraian di atas dapat diambil kata kunci dari definisi kalimat efektif yaitu sesuai kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami. Jadi, kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Kalimat efektif syarat-syarat sebagai berikut:
1.secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2.mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.
Ciri-ciri kalimat efektif :
1) KESATUAN
GAGASAN
Memiliki subyek,predikat, serta unsur-unsur lain ( O/K) yang saling mendukung serta membentuk kesatuan tunggal.
Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
Kalimat ini tidak memiliki kesatuan karena tidak didukung subyek. Unsur di dalam keputusan itu bukanlah subyek, melainkan keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan keterangan ditandai oleh keberadaan frase depan di dalam (ini harus dihilangkan).
Memiliki subyek,predikat, serta unsur-unsur lain ( O/K) yang saling mendukung serta membentuk kesatuan tunggal.
Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
Kalimat ini tidak memiliki kesatuan karena tidak didukung subyek. Unsur di dalam keputusan itu bukanlah subyek, melainkan keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan keterangan ditandai oleh keberadaan frase depan di dalam (ini harus dihilangkan).
2) KESEJAJARAN
Memiliki kesamaan bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula.
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-.
Kalimat itu harus diubah :Memiliki kesamaan bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula.
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-.
1. Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan
2. Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
3) KEHEMATAN
Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang berlebih. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.
Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan melati terkandung makna bunga.
Kalimat yang benar adalah:
Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya.
Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang berlebih. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.
Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan melati terkandung makna bunga.
Kalimat yang benar adalah:
Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya.
4) PENEKANAN
Kalimat yang dipentingkan harus diberi penekanan.
Caranya:
• Mengubah posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan kalimat.
Contoh :
1. Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain
2. Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
• Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh :
1. Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu.
2. Kami pun turut dalam kegiatan itu.
3. Bisakah dia menyelesaikannya?
• Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting.
Contoh :
Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya.
• Menggunakan pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan.
Contoh :
1. Anak itu tidak malas, tetapi rajin.
2. Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial, tetapi total dan menyeluruh.
Kalimat yang dipentingkan harus diberi penekanan.
Caranya:
• Mengubah posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan kalimat.
Contoh :
1. Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain
2. Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
• Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh :
1. Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu.
2. Kami pun turut dalam kegiatan itu.
3. Bisakah dia menyelesaikannya?
• Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting.
Contoh :
Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya.
• Menggunakan pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan.
Contoh :
1. Anak itu tidak malas, tetapi rajin.
2. Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial, tetapi total dan menyeluruh.
5) KELOGISAN
Kalimat efektif harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.
Contoh :
Waktu dan tempat saya persilakan.
Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ;
Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium.
Contoh kalimat efektif :Kalimat efektif harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.
Contoh :
Waktu dan tempat saya persilakan.
Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ;
Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium.
1. Saran yang di kemukakannya kami akan pertimbangkan ( tidak efektif )
Seharusnya : Saran yang dikemukakannya akan kami pertimbangkan.
2. Sejak dari pagi dia bermenung ( tidak efektif )
Seharusnya : Sejak pagi dia bermenung.
PENYEBAB KALIMAT TIDAK EFEKTIF
Kalimat tidak efektif
adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat
pada kalimat efektif. Banyak hal yang menyebabkan kalimat tidak efektif, yaitu
makna yang tidak logis, bentuk kata yang tidak sejajar, menggunakan subjek
ganda, bentuk jamak yang di ulang, penggunaan kata depan yang tidak perlu,
salah nalar, pengaruh bahasa daerah atau bahasa asing, dan kontaminasi atau
keracunan. Berikut ini mari kita bahas satu per satu mengenai penyebab kalimat
menjadi tidak efektif :
1. Makna
tidak logis
Contoh:
- Saya saling bertatapan (tidak efektif).
- Kami saling bertatapan (efektif).
Contoh:
- Saya saling bertatapan (tidak efektif).
- Kami saling bertatapan (efektif).
2. Bentuk
kata tidak sejajar
Contoh:
- Kiki menonton film itu karena diketahui bahwa film tersebut bagus (tidak efektif ).
- Kiki menonton film itu karena mengetahui bahwa film tersebut bagus (efektif ).
Contoh:
- Kiki menonton film itu karena diketahui bahwa film tersebut bagus (tidak efektif ).
- Kiki menonton film itu karena mengetahui bahwa film tersebut bagus (efektif ).
3. Menggunakan
subjek ganda
Contoh:
- Novel itu saya sudah baca (tidak efektif).
- Saya sudah membaca novel itu (efektif).
Contoh:
- Novel itu saya sudah baca (tidak efektif).
- Saya sudah membaca novel itu (efektif).
4. Bentuk
jamak yang diulang
Contoh:
- Para hadirin dimohon berdiri (tidak efektif).
- Hadirin kami mohon berdiri (efektif).
Contoh:
- Para hadirin dimohon berdiri (tidak efektif).
- Hadirin kami mohon berdiri (efektif).
5. Penggunaan
kata depan yang tidak perlu
Contoh:
- Kepada siswa kelas VII-A dimohon berkumpul di aula (tidak efektif).
- Siswa kelas VII-A dimohon berkumpul di aula (efektif).
Contoh:
- Kepada siswa kelas VII-A dimohon berkumpul di aula (tidak efektif).
- Siswa kelas VII-A dimohon berkumpul di aula (efektif).
6. Salah
nalar
Contoh:
Contoh:
- Waktu dan tempat kami persilahkan (tidak efektif).
- Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke
podium (efektif).
- Mobil Pak Ivan mau dijual (tidak efektif).
- Mobil Pak Ivan akan dijual (efektif).
- Mobil Pak Ivan akan dijual (efektif).
7. Pengaruh
bahasa daerah atau bahasa asing
Contoh:
- Para tamu undangan sudah pada hadir (tidak efektif).
- Tamu undangan sudah hadir (efektif).
Contoh:
- Para tamu undangan sudah pada hadir (tidak efektif).
- Tamu undangan sudah hadir (efektif).
8. Kontaminasi/keracunan
Contoh:
- Nilai ulangan bahasa Inggris Aldi sangat baik sekali (tidak efektif).
- Nilai ulangan bahasa Inggris Aldi baik sekali (efektif).
- Nilai ulangan bahasa Inggris Aldi sangat baik (efektif).
Contoh:
- Nilai ulangan bahasa Inggris Aldi sangat baik sekali (tidak efektif).
- Nilai ulangan bahasa Inggris Aldi baik sekali (efektif).
- Nilai ulangan bahasa Inggris Aldi sangat baik (efektif).
Contoh karangan
kalimat efektif :
Pendidikan Bahasa Daerah Sebagai Sarana Pendidikan
Moral dan Etika Bagi Siswa
Relevansi pendidikan bahasa daerah dalam dunia pendidikan kita sekarang
masih ada. Alasannya, bahasa daerah merupakan satu kekayaan budaya nasional dan
sebuah identitas budaya yang patut dilestarikan. Bahasa adalah alat untuk
menyampaikan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada orang lain. Orang lain
dapat memahami apa yang diharapkan jika menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti dan dipahami. Bahasa Jawa merupakan salah satu jenis bahasa yang
tergolong kompleks baik dari segi tata bahasanya, penggunaannya yang
menggunakan berbagai tataran fonologis , segi penulisannya, dan pada materi
pembelajaran bahasa Jawa yang mencakup beberapa bahan ajar yang perlu
disampaikan kepada siswa.
Di lingkungan sekolah, pendidikan bahasa daerah dapat berperan sebagai
pendidikan moral dan etika bagi siswa. Dilihat dari konteks budaya masyarakat,
kefasihan berbahasa daerah dijadikan tolak ukur sopan santunnya seseorang.
Dengan begitu, peran bahasa daerah dapat dioptimalkan
dikarenakan
“ keterpaksaan budaya” para siswa. Dalam bahasa daerah termuat nilai-nilai
akhlak, sopan-santun dan keramah-tamahan, disamping pengenalan budaya itu
sendiri. Sebagai contoh, dalam bahasa Jawa terdapat hierarki penggunaan bahasa
yang pemilihan kata harus tepat. Dilihat dengan siapa ia berbicara dengan siapa
dan bagaimana cara pengucapannya. Bahasa berbicara dengan orang tua berbeda
dengan berbicara dengan teman sebaya. Dan disinilah tergali sebuah nilai
unggah-ungguh atau tata krama. Pendidikan bahasa daerah penting, karena sebagai
sarana prasarana kebanggaan akan budaya bangsa kita sendiri.
Untuk melestarikan kekayaan budaya dari ancaman kepunahan, UNESCO
mendukung pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah. Bahasa daerah, yang
sering disebut bahasa ibu, akan dijadikan pelajaran muatan lokal di sekolah
kata Ketua Komisi Nasional UNESCO Prof. Dr. Arief Rahman, pada Peringatan Hari
Bahasa Ibu Internasional di Jakarta, Senin, 25 Februari 2011. Dalam
kurikulum muatan lokal (1994:65) tujuan pembelajaran mata pelajaran bahasa Jawa
adalah peningkatan pemahaman dan penggunaan bahasa Jawa, peningkatan kemampuan
penguasaan kebahasaan untuk berkomunikasi, pengembangan sikap positif terhadap
bahasa dan sastra Jawa, peningkatan kemampuan menggunakan bahasa Jawa untuk
meningkatkan kemampuan intelektual, memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan kehidupan serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Di Indonesia ada 742 bahasa ibu, namun dari tahun ke tahun jumlahnya
berkurang. Ada beberapa alasan berkurangnya bahasa ibu di Indonesia yaitu dalam
komunikasi sehari-hari banyak keluarga yang sudah tidak lagi mengajarkan dan
membiasakan bertutur dalam bahasa ibu. Pemakaian bahasa ibu juga dikalahkan
oleh pemakaian bahasa nasional atau bahasa asing . Akibatnya, di pelosok daerah
generasi muda lebih memilih memakai bahasa Indonesia dan asing dari pada bahasa
daerahnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota Yogyakarta bapak Drs, Darno,
M.A. mengatakan bahwa melalui pelajaran bahasa Jawa akan mengangkat nilai
adi luhung yang ada dalam tata krama kehidupan Jawa, seperti toleransi, kasih
sayang, gotong royong, sopan santun, kemanusiaan, nilai hormat, berterima kasih
kepada sesama, dan sebagainya. Melalui bahasa Jawa itu diharapkan dapat
diangkatnya kembali nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini,
khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkait dengan bahasa Jawa. Untuk
pelaksanaan dalam pembelajaran, pelajaran bahasa Jawa harus dikemas dengan baik
supaya tidak membosankan.
Pembelajaran bahasa Jawa di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) seharusnya lebih luas dari seni dan bahasa, yaitu
kebudayaan Jawa. Pembelajaran bahasa Jawa di SMA dan SMK harus dibawa dalam
konteks kebudayaan Jawa. Kebudayaan dalam konteks ini, bahasa Jawa dimaknai
sebagai bagian dari keseluruhan kebudayaan Jawa dan sebagai bahasa kebudayaan
Jawa. Sehingga bahasa Jawa tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan Jawa.
Penanaman nilai-nilai lokal yang terkandung dalam bahasa Jawa dan kebudayaan
Jawa juga berlangsung tidak sekedar meaning getting, tetapi berupa proses
meaning making sehingga akan terjadi internalisasi nilai-nilai dalam diri
siswa.
Bahasa Jawa merupakan simbol-simbol yang berkembang melalui kemampuan
berpikir orang Jawa dan proses interaksinya di masa lampau hingga sekarang.
Setiap Informasi yang dipertukarkan melalui bahasa Jawa kemudian diolah di
kepala masing-masing individu, diinterprestasikan dan dapat terbentuk
suatu makna tertentu. Bahasa Jawa sebagai bahasa suku Jawa membentuk makna yang
mencerminkan budaya, norma sosial, dan adat istiadat yang mengikat orang Jawa
itu sendiri dalam bertindak, berperilaku, dan bergaul.
Orang tua yang membiasakan anaknya menggunakan bahasa Jawa Ngoko dalam
pergaulan sehari-hari maka penerimaan sosial anak menjadi kurang sopan dan
cenderung nakal di luar rumah. Kebiasaan di dalam keluarga yang berbahasa Jawa
Ngoko cenderung membuat anggota keluarga kasar dan cenderung bersikap kurang
beretika. Penerapan bahasa Jawa Ngoko di dalam keluarga memperlihatkan bahwa
kedudukan antara anak dan orang tua adalah sejajar. Situasi dalam berkomunikasi
tidak bereaksi ketegangan sosial, komunikasi yang dilakukan anak cenderung
santai dan terbuka. Akibatnya, konflik yang timbul lebih banyak dari pada
keluarga yang menerapkan bahasa Jawa Krama, bahkan sering terjadi pertengkaran
dan perselisihan antara orang tua dengan anak.
Aplikasi bahasa Jawa Karma di dalam komunikasi keluarga membuat tatanan
hirarkhi antara tatanan orang tua dan anak, orang tua memiliki kedudukan yang
lebih tinggi dari pada anak. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Jawa dapat
dijadikan sarana pendidikan moral dan etika bagi siswa agar memiliki
ungah-unguh dalam berkomunikasi sehari-hari baik dilingkungan sekolah,
masyarakat, dan keluarga yang tidak hanya sekedar sebagai bahasa tutur
melainkan terdapat makna-makna sosial yang meletar belakanginya.
http://rendy-zein.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar