RAGAM BAHASA
Pengertian ragam dalam bahasa bahasa
indonesia adalah tingkah, jenis, langgam, corak dan laras. Jadi ragam bahasa
bisa diartikan sebagai variasi berbahasa menurut mereka yang memakai yang
dibedakan menurut topik pembicaraan, sikap penutur dan media atau juga sarana
yang digunakan.
DASAR-DASAR RAGAM
BAHASA
Dimana seseorang dapat menguasai atau
mengetahui kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa. Pada ragam
bahasa yang paling pokok adalah seseorang itu menguasai atau mengetahui
kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa. Kerena kaidah bahasa dianggap sudah
diketahui, uraian dasar-dasar ragam bahasa itu diamati melalui skala
perbandingan bagian persamaan bagian perbedaan. Dasar-dasar ragam bahasa yang
akan diperbandingkan itu didasarkan atas sarana ragam bahasa lisan dan ragam
tulisan.
Dalam pembelajaran yang pernah kita pelajari, kita sebagai
pelajar tahu setidaknya anda berhubungan dengan dua ragam bahasa yaitu, ragam
lisan dan ragam tulisan.
1.
RAGAM LISAN DAN TULISAN
Bahasa indonesia yang amat luas
wilayah pemaikainya ini dan bermacam-macam pula latar belakang penuturnya, mau
tidak mau akan melahirkan sejumlah ragam bahasa. Adanya bermacam-macam ragam
bahasa ini sesuai dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungan yang berbeda-beda.
Ragam bahasa ini pada pokoknya dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu ragam lisan
dan tulis
Kedua ragam ini berbeda, perbedaannya
adalah sebagai berikut:
a. Ragam lisan menghendaki adanya orang
kedua, teman berbicara yang berada didepan pembicara, sedangkan ragam tulis
tidak diharuskan adanya teman bicara berada didepan pembicara.
b. Didalam ragam lisan, unsur-unsur
fungsi gramatikal, seperti SPO tidak selalu ditanyakan, sedangkan ragam tulis
itu perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan.
c. Ragam lisan sangat terikat pada
kondisi, situasi, ruang, dan waktu sedangkan ragam tulis tidak terikat dengan
kondisi, situasi, ruang, dan waktu.
d. Ragam lisan dipengaruhi oleh
intonasi, tekanan, nada, irama, dan jeda sedangkan ragam tulis dilengkapi
dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring.
2.
RAGAM BAKU DAN TIDAK BAKU
Ragam
baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga
masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma
bahasa dalam penggunaannya
Ragam tidak baku adalah
ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai ciri-ciri yang menyimpang dari norma
ragam baku.
3.
RAGAM BAKU TULIS DAN RAGAM BAKU LISAN
Setelah mengenal ragam baku dan tidak
baku serta ragam tulis dan lisan maka munculah ragam baku tulis dan ragam baku
lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang
dipakai dengan resmi dalam buku-buku ilmiah lainnya. Sedangkan seseorang bisa
dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu
menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.
4.
RAGAM SOSIAL DAN FUNGSIONAL
Ragam
lisan maupun ragam tulis dalam bahasa indonesia ditandai oleh adanya ragam
sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas
kesempatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat.
Ragam
fungsional, yang kadang-kadang disebut sebagai ragam profesional, adalah ragam
bahsa yang berkaitan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan
tertentu lainnya.
CONTOH RAGAM BAHASA
Sudah
tidak asing lagi bagi seluruh rakyat Indonesia. Beginilah menjelang senja di
jantung ibu kota. Sekelompok anak-anak berkumpul, mereka sedang mengobrol dan bercanda
ria. Ada juga anak SMP duduk berdua-dua, di bangku yang terbuat dari semen itu,
di atas jok motor, atau di halte. Ada juga anak-anak kecil berlarian sambil
disuapi orang tuanya. Pengamen yang beristirahat setelah seharian bekerja. Dan
orang gila yang tidur di sisi pagar.
Di salah satu anak tangga, bersisihan dengan remaja
yang sedang bermesraan, Runi duduk menghadap ke jalan raya yang amat sangat
ramai itu. Hanya melihat suasana kota yang amat sangat macet dan panas itu.
Mengamati kendaraan atau orang-orang yang melintas. Menunggu senja rebah di
hamparan kota.
Tiba-tiba
laki-laki itu sudah berada di depannya sambil mengulurkan tangan. "Hei, Apa
kabar?" katanya memperlihatkan senyumannya yang tidak berubah dari jaman
dahulu kala. Sambil menyapa dan tersenyum melihatnya.
"Kamu
di sini?" Runi tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. Segala rasa
berpendaran dalam hatinya. Senang, sendu, haru, pilu, yang kesemuanya membuat
Reyna ingin menjatuhkan dirinya dalam peluk lelaki itu.
Begitu
juga Tampan, seorang pria yang berdiri di depan Runi tersebut. Dadanya
bergemuruh hebat mendapati perempuan itu di depan matanya. Ingin ia memeluk,
menciumi perempuan itu seperti dulu, tetapi tak juga dilakukannya.
Hingga
Runi kembali menguasai perasaannya, lalu menggeser duduknya memberi tempat
Tampan di sebelahnya untuk duduk disampingnya yang amat dia rindukan sejak
lama.
"Kamu
kaget ya?" tanya Tampan, duduk di sebelah Runi.
Runi
tertawa kecil.
"Gimana
kabar kamu, apakah baik baik saja bukan?" tanya Runi tak jelas arahnya.
"Lama sekali nggak ketemu."
"Iya.
Alhamdulillah baik. Kamu juga apa kabar? Sudah lama tidak bertemu. Berapa tahun
ya? Dua sampai tiga tahun bukan lamanya?".
"Sepuluh
tahun!" jawab Runi pasti.
"Ouw!
Sepuluh tahun. Dan kamu masih semanis dulu tidak berubah wajahnya."
"Terima
kasih," Runi tersenyum manja. Masih ’semanis dulu’. Bukankah itu lucu?
Kalaupun masih tampak cantik atau manis itu pasti tinggal sisanya saja.
Kecantikan yang telah terbalut keriput di seluruh tubuhnya. Tapi kalimat itu
tak urung membuat Runi tersipu. Merasa bangga, tersanjung karenanya.
"Kamu
kapan datang disini?" tanya Runi. Mulai berani lagi menatap mata lelaki di
sebelahnya.
"Belum
lama kok, ya kira-kira kurang dari dua minggu," jawab Tampan.
"Pasti
kamu mencariku kan? hahahaha". Runi tertawa dengan lepasnya. Sisa genit
yang ditinggalkan di masa muda.
Tampan
tertawa berderai-derai. Lalu katanya pelan, "Aku turut berduka atas
meninggalnya suamimu," tawanya menghilang.
“Iya, Terima Kasih ya,
sudah lama aku ingin bercerita kepada seseorang tetapi tidak ada yang tepat
untuk bercerita”. Dengan nada terisak isak.
“Loh? Memang ada apa?
Mungkin saja ada yang bisa saya bantu untuk kamu”. Jawabnya.
“Iya Tampan, jadi begini
suamiku itu baru saja mengalami sebuah kecelakaan saat dia sedang mengikuti
acara di kantornya”. Jawab sang istri.
“Kecelakaan? Yang benar
kamu. Memang kecelakaan dengan menaikkan kendaraan apa?” jawab si Tampan.
“Iya, suamiku itu sedang
menaiki sebuah Bus yang mengarah ke sebuah daerah untuk dia ditugaskan disana
bersama rekan kantornya”. Dengan nada yang tidak berubah.
“Oh ya? Innalillahi. Kamu
yang sabar ya menghadapi ini semua, mungkin ini semua sudah takdir Allah. Kita sebagai
manusia tidak bisa merubah takdir Allah. Kamu yang tabah dan sabar ya Run. Semua
pasti ada hikmahnya”. Jawab si Tampan dengan nada tersedu.
“Iya, mungkin ini semua
sudah takdirnya suamiku dipanggil duluan oleh sang maha kuasa. Mau gimana lagi
semua sudah terjadi”. Jawab si Runi.
“Iya benar run, yang
menting kamu tetap tabah menghadapi ini semua.” Jawab Tampan.
“Iya terima kasih ya
Tampan telah mendengarkan cerita aku yang sudah lama aku pendam ini”. Jawab Runi.
“Iya sama-sama ya Run”. Jawab
Tampan.
Setelah melakukan percakapan diatas mereka pun pergi
berjalan-jalan menggunakan angkot ataupun kendaraan umum lainnya. Dan mereka
juga saling bertukar pikiran atau informasi selama mereka tidak bertemu dengan
waktu yang cukup lama. Mereka memandangi pemandangan yang amat indah di
Indonesia ini. Sudah lama mereka ingin sekali bertemu kembali dan akhirnya
dapat bertemu di lain kesempatan. Mereka melanjutkan perjalanan ke sebuah Mall
elit disebuah kota di Indonesia ini.