A.
Teori dan
tingkah laku produsen
Produksi adalah
suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau
menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.
Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan
produksi jasa. Sedangkan
kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya
dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk
mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa
dalam jumlah yang mencukupi. Orang atau perusahaan yang menjalankan suatu
proses produksi disebut Produsen. Di dalam kegiatan produksi pasti ada modal.
Karena adanya keterbatasan pendapatan dan keinginan untuk mengkonsumsi
suatu barang dan jasa sehingga diperoleh kepuasan maksimal, maka muncul
perilaku produsen. Perilaku produsen pada dasarnya menjelaskan bagaimana
produsen mendayagunakan sumber daya yang ada (uang) dalam memuaskan keinginan
atau kebutuhan dari suatu atau beberapa produk.
Dalam teori perilaku produsen ini dapat dianalisis dengan beberapa cara, antara lain
adalah pendekatan kardinal dan pendekatan ordinal.
1.
Pendekatan Marginal Utiliti
Pendekatan
Marginal Utility atau pendekatan kardinal adalah pendekatan yang beranggapan
bahwa kepuasan konsumen dapat diukur dengan satu satuan, misalnya uang.
Marginal utility adalah tambahan atau pengurangan kepuasan sebagai akibat dari pertambahan
atau pengurangan satu unit barang tertntu. Dalam pendekatan ini digunakan
anggapan “Utility bisa diukur dengan uang.”
Hukum Gossen
(The Law of Diminishing Returns) berlaku yang menyatakan bahwa “Semakin banyak
sesuatu barang dikonsumsi, maka tambahan kepuasan yang diperoleh dari setiap
satuan tambahan yang dikonsumsi akan menurun”. Konsumen berusaha memaksimumkan
kepuasan.
2.
Pendekatan Indifference
Curve (Ordinal)
Pendekatan
Indifference Curve atau pendekatan ordinal adalah pendekatan yang beranggapan
bahwa kepuasan konsumen hanya dapat dinyatakan lebih tinggi atau lebih rendah.
Anggapan dalam
pendekatan ordinal sebagai berikut:
1.
Konsumen mempunyai pola preferensi akan barang-barang
tertentu.
2.
Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu.
3.
Konsumen berusaha memaksimumkan kepuasan.
B. BIAYA PRODUKSI
Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk
memperoleh factor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan
barang-barang produksi oleh perusahaan tersebut.
Untuk analisis biaya produksi perlu diperhatikan dua jangka waktu,
yaitu
1)
jangka panjang, yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi
dapat mengalami perubahan dan
2)
jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi
dapat berubah dan sebagian lainnya tidak dapat berubah. Dalam bab ini hanya
dibahas biaya produksi jangka pendek
C.
Cara Menghitung Laba/Keuntungan
Berikut ada 5
cara untuk menghitung laba,yaitu :
1.
Menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP) / Modal
Pokok
Cara menghitung modal pokok penjualan dapat
dijelaskan. Perhitungan modal pokok merupakan hal pertama yang harus dilakukan
untuk mengetahui keuntungan usaha selanjutnya.
Contoh:
HPP per porsi mi ayam adalah Rp1.500 . Harga pokok penjualan sebuah burger
adalah sebesar Rp1.400 per buah.
2.
Menentukan Harga Jual
Menentukan harga jual bergantung pada keinginan pemilik dan segmentasi pasarnya.
Contoh:
Kali ini harga jual ditentukan dari harga yang umum di pasaran. Harga
pasaran umum mi ayam adalah Rp5.000 dan harga pasaran untuk burger adalah
Rp6.000.
3.
Menghitung Keuntungan Bersih
Keuntungan bersih adalah hasil
keuntungan yang sudah dikurangi seluruh biaya operasional.
Cara perhitungannya adalah:
·
Keuntungan Bersih = Total Keuntungan
Kotor/Bulan - Total Biaya Operasional Setiap Bulan
Contoh:
Dengan total keuntungan kotor usaha burger Rp2.760.000 setiap bulan dan
biaya operasional setiap bulan Rp698.000. Berapa keuntungan bersih yang
dihasilkan usaha burger tersebut?
Keuntungan bersih/bulan = Rp2.760.000 — Rp698.000 = Rp2.062.000
Alokasi Hasil Keuntungan Bersih
Keuntungan bersih memang mutlak menjadi hak pemilik usaha, tapi akan lebih baik bila hasil keuntungan bersih juga ada pengelolaannya sehingga usaha Anda akan terasa lebih sehat. Akan tetapi Anda sendiri yang berhak menentukan, pertimbangannya bila semakin besar persentase pengembalian modal investasi maka usaha akan lebih cepat balik modal (BEP). Perkecil persentase kebutuhan konsumtif di awal usaha karena persentase untuk konsumtif bisa lebih besar ketika pengembalian modal investasi sudah selesai (BEP).
Keuntungan bersih memang mutlak menjadi hak pemilik usaha, tapi akan lebih baik bila hasil keuntungan bersih juga ada pengelolaannya sehingga usaha Anda akan terasa lebih sehat. Akan tetapi Anda sendiri yang berhak menentukan, pertimbangannya bila semakin besar persentase pengembalian modal investasi maka usaha akan lebih cepat balik modal (BEP). Perkecil persentase kebutuhan konsumtif di awal usaha karena persentase untuk konsumtif bisa lebih besar ketika pengembalian modal investasi sudah selesai (BEP).
Berikut ini adalah tips-tips persentasi untuk alokasi hasil keuntungan
bersih usaha :
a)
Untuk pengembalian modal investasi
= 30-50%
b)
Untuk penyusutan alat = 10-20%
c)
Untuk pengembangan usaha = 10 -20%
d)
Untuk kebutuhan konsumtif = 10-50%
0 komentar:
Posting Komentar